Kamis, 31 Desember 2009

Krisis Anggaran, Pejabat Dapat Mobnas Baru

Pemerintah Kabupaten (Pemkab)Purworejo akhirnya menyediakan kendaraan dinas bagi para pejabat di lingkungan pemerintah kabupaten (pemkab), termasuk kepada16 camat se-Kabupaten Purworejo. Jenis mobil yang disediakan yakni jenis Toyota Avanza , Toyota Innova dan Toyota Rush serta Nissan X-Trail.

Sekda Purworejo, Ir H Akhmad Fauzi MA, secara simbolis menyerahkan mobil dinas (mobnas) kepada para pejabat yang berhak medapat jatah di halaman kantor Setda setempat, Kamis (31/12). Dengan mendapatkan mobnas baru ini kata Fauzi, maka kendaraan lama yang selama ini digunakan untuk operasional ditarik kembalik ke Pemkab. “Maka bagi para penajabat yang akan menerima mobnas baru ini, mobnas lama dibawa dan langsung dikembalikan,” jelas Fauzi.

http://www.krjogja.com/krjogja/news/detail/13631/Krisis.Anggaran..Pejabat.Dapat.Mobnas.Baru.html

Toyota Innova

Toyota Rush

Sabtu, 22 Agustus 2009

lengger..... lagu banyumasan

wis kawit jaman kuna lereng .... tontonan lengger akeh sing seneng.... sing ngibing gowes pisan.... calunge nyamleng... tuwa enom lanang wadon.... kawit bocah tekan kaki nini.... gemruduk demen nonton lengger banyumasan... nganti ora eling anak bojo..... sing penting asik melu ngibing.... lengger seni budaya asli... tradisional banyumasan... kudu diipuk ipuk... diuri-uri.... calung lan kendhange buket pisan .... sing ngibing jan luwes trampil pisan.... sing nonton pada njanggleng... slemengeren... ana sing njanggleng.... ana sing mbandreng melu ngibing.... Downloade lagunya

Rabu, 11 Maret 2009

Sejarah Purworejo

Kabupaten Purworejo memiliki sejarah yang sangat tua, dimulai dari zaman Megalitik disinyalir telah ada kehidupan dengan komunitas pertanian yang teratur, terbukti dengan sejumlah peninggalan sejarah di masa MEGALITH berupa MENHIR Batu Tegak di sejumlah wilayah Kecamatan di Kabupaten Purworejo. Ketika zaman Hindu Klasik, kawasan Tanah Bagelen berperan besar dalam perjalanan sejarah Kerajaan Mataram Kuno (Hindu). Tokoh Sri Maharaja Balitung Watukoro dikenal sebagai Maharaja Mataram Kuno terbesar, dengan wilayah kekuasaan meliputi : Jawa Tengah, Jawa Timur dan beberapa Wilayah Luar Jawa.

Prof. Purbacaraka menyatakan bahwa Sri Maharaja Balitung Watukoro berasal dari daerah Bagelen. Indikasi ini tercermin pada nama “Watukoro” yang menjadi nama sebuah Sungai Besar, Sungai ini disebut juga dengan nama Sungai Bogowonto. Disebut demikian, mengingat pada masa itu di tepian sungai sering terlihat pendeta (Begawan).

Petilasan suci berupa Lingga, Yoni dan Stupa tempat para begawan melakukan upacara dapat dilihat di wilayah Kelurahan Baledono, Kecamatan Loano dan Bagelen. Desa Watukoro sendiri terdapat di muara sungai Bogowonto dan masuk dalam wilayah Kecamatan Purwodadi.

Pengembangan Agama Islam di wilayah Purworejo, dilakukan oleh Ki Cakrajaya seorang tukang sadap nira dari Bagelen, murid dari Sunan Kalijogo. Ki Cakrajaya lebih dikenal dengan sebutan Sunan Geseng. Peninggalan Sunan Geseng banyak terdapat di Bagelen dan Loano.

Kenthol Bagelen yang merupakan Pasukan Andalan Sutawijaya, tokoh yang kemudian naik tahta menjadi Panembahan Senopati, merupakan dasar pembentukan Kerajaan Islam Mataram. Pada periode berikutnya ketika Sultan Agung berkuasa di Mataram, pasukan dari Bagelen inilah yang memberikan andil besar dalam penyerangan ke Batavia dan termasuk pasukan inti Mataram.

Akibat dari Perjanjian Giyanti 1755 yang memisahkan Kerajaan Jawa menjadi 2, yaitu Surakarta dan Yogyakarta, tanah Bagelen-pun menerima dampaknya, dimana tanah Bagelen dibagi menjadi 2 bagian untuk Yogyakarta dan Surakarta, tapi karena tidak jelasnya batas-batas pembagian tersebut, mengakibatkan sengketa yang berkepanjangan.

Masa Perang Diponegoro meletus (1825 - 1830) tanah Bagelen menjadi basis perlawanan Pangeran Diponegoro. Melihat adanya pemberontakan oleh Pangeran Diponegoro, maka Jenderal De Kock meminta bantuan pasukan dari Kerajaan Surakarta.

Menghadapi ini, Belanda yang dipimpin oleh panglimanya Kolonel Cleerens membangun markas besar garnisun di Kedongkebo tepi Sungai Bogowonto. Perang hebat tidak bisa dihindarkan, Belanda yang dibantu pasukan dari Kerajaan Surakarta yang dipimpin oleh Pangeran Kusumayuda beserta Ngabehi Resodiwiryo berhadapan dengan Pangeran Diponegoro yang dibantu oleh pasukan laskar Rakyat Bagelen

Paska Perang Diponegoro, Tanah Bagelen dan Tanah Banyumas diminta paksa oleh Belanda. Kemudian Belanda menghadiahkan kepada Ngabehi Resodiwiryo yang berjasa membantu melawan pemberontak, menjadi Penguasa Tanggung dengan gelar Tumenggung Cakrajaya yang selanjutnya diangkat menjadi Bupati (Regent) Kabupaten Purworejo dengan Gelar Cokronegoro. Pelantikan dilakukan di Kedungkebo, markas garnisun Belanda dan yang melantik adalah Kolonel Cleerens.

Wilayah Kabupaten Purworejo ketika itu adalah seluas 263 Pal persegi atau sekitar 597 Km persegi, meliputi Kawasan Timur Sungai Jali. Sedangkan wilayah seluas 306 Km persegi di Barat Sungai Jali, merupakan wilayah Kabupaten Semawung (Kutoarjo) dan dipimpin oleh Bupati (Regent) Sawunggaling. Pada perkembangan lebih lanjut, Kedongkebo yang merupakan basis Militer Belanda digabung dengan Brengkelan dan menjadi Purworejo. Sedangkan Tanah Bagelen oleh Pemerintah Kolonial Belanda dijadikan Karesidenan Bagelen dengan Ibu Kota Purworejo.

Wilayah Karesidenan Bagelem meliputi, Kabupaten Purworejo, Kabupaten Semawung (Kutoarjo), Kabupaten Kutowinangun, Kabupaten Remo Jatinegara (Karanganyar) dan Kabupaten Urut Sewo atau Kabupaten Ledok atau Kabupaten Wonosobo.

Residen Bagelen bertempat tinggal di Bangunan yang sekarang menjadi Kantor Pemerintah Daerah Purworejo atau lebih dikenal dengan nama Kantor OTONOM yang lokasinya di bagian Selatan Alun-alun Purworejo.

NASKAH DIKUTIP DARI HUMAS KAB.PURWOREJO

Pelurusan Sejarah Pencipta Indonesia Raya

Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Purworejo, Jawa Tengah, mengharapkan pelurusan sejarah Wage Rudolf (W.R.) Supratman, pencipta lagu kebangsaan Indonesia Raya yang sesungguhnya berasal dari Purworejo.

Purworejo sejak sekitar satu tahun terakhir menetapkan bahwa tempat dan tanggal lahir W.R. Supratman di Dusun Trembelang, Desa Somongari, Kecamatan Kaligesing, Kabupaten Purworejo, pada tanggal 19 Maret 1903. W.R. Supratman adalah anak ketujuh dari sembilan bersaudara. Ayahnya bernama Jumeno Kartodikromo (tentara KNIL Belanda) dan ibunya, Siti Senen, sedangkan Roekijem adalah kakak sulung yang membawanya ke Jakarta. Penetapan itu mengoreksi keterangan tentang W.R. Supratman selama ini yang lahir di Jatinegara, Jakarta, pada tanggal 9 Maret 1903. Surat permohonan perubahan tempat dan tanggal lahir W.R. Supratman telah berada di Sekretariat Negara di Jakarta.


Selama ini Wage (sebutan untuk W.R. Supratman) tertulis lahir di Meester Cornelis, Jatinegara, Jakarta. Keterangan ini berdasarkan pengakuan kakaknya, Roekijem Soepratijah van Eldik yang dituliskan Oerip Supardjo kepada Matumona, penulis biografi W.R. Supratman. Namun, Oerip telah meralat keterangan itu dengan menyebut bahwa Wage lahir di Somongari.


Dokumen kelahiran Wage di Jatinegara dan Arsip Nasional di Jakarta hingga saat ini tidak pernah ditemukan. Kemungkinan, Roekijem yang bersuami orang Belanda itu merasa malu jika Wage sebagai pencipta lagu kebangsaan Indonesia Raya, ternyata lahir di desa. Pada sidang di P.N. Purworejo, tahun 1978, dua warga Somongari dihadirkan sebagai saksi kelahiran Wage yakni Amatrejo Kasum dan Martowijoyo Tepok.


Dua saksi itu, katanya, menyebut bahwa Wage lahir di desa itu pada hari Kamis Wage (Kalender Jawa,red). Mereka menyebut bulan dan tahun kelahiran tetapi lupa tanggalnya. Hingga saat ini referensi tentang asal usul Wage di Purworejo masih lengkap. jika pemerintah pusat menetapkan Wage berasal dari daerah itu selanjutnya pemkab setempat akan mengembangkan Desa Somongari sebagai desa wisata.


Selain itu, pemkab juga mewacanakan memindah makam Wage yang selama ini di Surabaya, Jawa Timur ke Purworejo. Wage wafat pada tanggal 17 Agustus 1938 dimakamkan di Pekuburan Kapas Kampung, Jalan Kenjeran Surabaya.


Asap Misterius di Purworejo


Sumber asap putih yang tiba-tiba keluar di sisi Jl Tentara Pelajar, Purworejo, Jawa Tengan masih misterius. Petugas dari berbagai instansi terkait masih berusaha menyelidikinya. di lokasi yang terletak di dekat traffic light. Jl Tentara Pelajar KM 4, Desa Candisari, Kecamatan Banyurip itu saat ini telah terpasang police line. Benda berbentuk pita berwarna kuning tersebut diikatkan melingkari tempat asap tersebut mengepul.

Di tempat itu juga masih terlihat bekas galian yang dibuat petugas dari PLN. Lubang yang digali tepat di atas trotoar jalan dengan diameter 1 meter dan kedalaman sekitar 70 cm. Sebuah tiang listrik dan satu tiang besi papan reklame juga masih dibiarkan di dekat lokasi. Di sebelah utara trotoar jalan yang dibongkar adalah jalan utama jalur selatan Purworejo-Kebumen. Di sisi selatannya terdapat parit kecil dan tanah yang berfungsi sebagai taman. Pipa Pertamina jalur Cilacap - Yogyakarta berada di sebelah selatan dengan jarak lebih dari 7 meter.

Tiga orang petugas PLN tampak duduk di depan mobilnya sambil mengawasi lokasi dari jarak 20-an meter. Sedang polisi hanya berjaga di pos lalu lintas yang ada di seberang lokasi di simpang empat depan Monumen Jenderal Ahmad Yani. Beberapa orang yang melintas sesekali menengok dan ada yang berhenti untuk melihat sebentar lokasi munculnya asap.

Namun karena wilayah Purworejo dan sekitarnya sejak subuh hingga siang diguyur hujan deras, asap putih itu tidak tampak. Bau belerang yang sempat tercium pada hari Senin kemarin juga tidak ada. Sebelumnya diberitakan, asap putih tiba-tiba mengepul dari dalam tanah di Jl Tentara Pelajar, Purworejo. Kejadian itu pertama kali diketahui oleh warga bernama Sutarno. Pria ini awalnya menyangka asap itu berasal dari puntung rokok atau benda lainnya yang terbakar. Namun setelah dihampiri, dia tidak menemukan puntung rokok dan benda lainnya yang terbakar di tempat itu.
Para nelayan di Pantai Selatan Purworejo, Jawa Tengah, memutuskan untuk tetap melaut. Mereka harus menembus gelombang besar untuk sampai pada zona tangkapan aman. Zona aman ini masih sekitar 14 mil jaraknya dari bibir pantai. Padahal, untuk mencapai setengah mil laut setiap perahu nelayan harus memakan waktu tidak kurang dari satu jam. Sedangkan, dalam kondisi normal hanya dibutuhkan waktu kurang setengah jam. Namun, gelombang tinggi terus mendera.

Gelombang laut yang mencapai tiga hingga empat meter tak mematahkan semangat 14 nelayan ini. Jika tidak, maka mereka tak bisa mendapatkan ikan sebagai mata pencaharian. Gelombang besar yang disertai angin kencang ini terus terjadi tanpa jeda selama 24 jam. Pihak Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika menyatakan, gelombang di atas tiga meter sangat berbahaya bagi nelayan. Para nelayan berharap kondisi cuaca akan membaik.

Izin Turun, Kejati Siap Periksa Bupati Purworejo

Dugaan Korupsi 4 Kepala Daerah Jateng
Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah telah menerima salinan surat izin pemeriksaan terhadap Bupati Purworejo Kelik Sumrahadi dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Kelik diduga terlibat korupsi dana APBD Kabupaten Purworejo tahun 2006 sebesar Rp 2,5 miliar.

Asisten Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah Uung Abdul Syakur mengatakan, pihaknya menerima surat izin pemeriksaan itu melalui Kejaksaan Agung pada 12 Januari 2009. Dalam surat tertanggal 5 Januari 2009 itu Presiden memberikan izin bagi kejaksaan untuk memeriksa Kelik Sumrahadi.

Hingga kini Kejati Jateng masih menunggu izin pemeriksaan 3 kepala daerah lainnya, yang juga diduga terlibat kasus korupsi. "Kami tidak dapat bergerak cepat karena ada aturan yang mengharuskan izin kepada Presiden. Jika surat aslinya sudah diterima, kami langsung memanggil Bupati Purworejo untuk diperiksa," kata Uung, Selasa (13/1).

Sementara di depan kantor Kejati Jateng 100 anggota Forum Masyarakat Anti Korupsi menggelar unjuk rasa. Mereka menuntut kejaksaan melanjutkan penanganan kasus dugaan korupsi yang melibatkan Wali Kota Magelang Fahriyanto, Bupati Batang Bambang Bintoro, Bupati Purworejo Kelik Sumrahadi, dan Wali Kota Semarang Sukawi Sutarip.

Pengunjuk rasa mempertanyakan keseriusan kejaksaan dalam mengusut kasus-kasus tersebut. Menurut mereka, meski dalam aturan dijelaskan pemeriksaan terhadap kepala daerah hanya dapat dilakukan jika mendapat izin Presiden, jaksa dapat langsung menyidik jika dalam 60 hari sejak izin diajukan tidak mendapat jawaban. "Sejauh ini kejaksaan tidak memberi pengumuman mengenai kelanjutan kasus itu. Karenanya kami menanyakan kelanjutan kasus tersebut," kata koordinator aksi Ariyanto Nugroho. (E1)